Sunday, April 06, 2003

Aku Cinta Toleransi

Paska sudah di depan mata. Sebelumnya kita harus melewati masa prapaska yang adalah masa puasa bagi kita. Dengan puasa kita belajar untuk mengendalikan diri dalam kehidupan sehari-hari sebagai bentuk pertobatan. Bentuk konkret pertobatan diwujudkan dalam bentuk aksi atau gerakan. Karena itulah dikenal adanya Aksi Puasa Pembangunan (APP). Nggak ada gunanya kita berpuasa selama masa prapaska kalo nggak dibarengi suatu aksi nyata.

Keuskupan Agung Jakarta merumuskan tema prapaska tahun ini secara khusus pada “Menumbuhkembangkan Sikap dan Perilaku Toleran dalam Keluarga”. Toleransi berarti kita saling menerima dan membantu agar masing-masing orang memiliki dan mengembangkan identitas diri dan aktivitas hidup sesuai dengan perbedaan dan keunikannya. Kenapa di keluarga? Karena terkadang kita lebih bisa bersikap toleran terhadap lingkungan di luar keluarga kita.

Saya punya teman yang aktif sekali dalam kegiatan di mudika wilayah maupun paroki. Sebut saja namanya Donny. Dia telah menjadi ketua yang baik bagi teman-temannya dalam kegiatan di mudika. Dia tahu dan mau mendengarkan setiap masalah yang dicurhatkan teman-temannya, membantu agar orang-orang di sekelilingnya dapat mengembangkan kemampuan dan bakatnya. Walaupun jomblo, tapi dia termasuk high quality jomblo, deh. Di mata orang-orang kayaknya perfect banget.

Tapi, kalo kalian tidak mengenal dia secara dekat, kalian tidak akan pernah tahu bahwa kalo di rumah si Donny ini nggak care sama adiknya dan Ibu Bapaknya. Saking sibuknya di kampus dan gereja, rumah buat dia seperti jaadi tempat kost aja. Cuma untuk makan dan tidur, tokh. Ngobrol sama keluarga juga cuma seperlunya aja. Lebih seneng bantuin adiknya bikin PR. So ironic, huh!

Keluarga adalah unit terkecil dari komunitas basis, gereja rumah tangga yang secara nyata menghadirkan Allah di tengah kehidupan masyarakat. Dari unit terkecil ini diharapkan toleransi dapat merambah pada komunitas yang lebih luas. Walaupun misalnya kalian nggak nyambung banget kalo ngobrol sama ortu, yah setidaknya kalian meluangkan waktu untuk nanya kegiatan mereka hari ini apa aja. Teman-teman kita aja seneng kalo ditanyain kabarnya, apalagi orang tua kita. Mereka kan juga sayang sama anaknya.

Yesus sendiri selama 30 tahun hidup dalam keluarga sebelum memulai karya-karyanya. Jangan sampai kita ini malah kebalik. Asyik berkarya dan sibuk di luar rumah sampai-sampai lupa sama orang tua dan kaka atau adik kita. Kita jadi lebih bisa toleran sama orang lain di luar keluarga. Ikatan cinta kasih kita dalam keluarga menjadi kendor dan tidak mendalam lagi. Padahal toleransi dalam kehidupan keluarga mendasari toleransi dalam kehidupan masyarakat untuk mewujudkan persaudaraan sejati.

So, jangan lupa mungkin adik kita di rumah ada yang lagi kangen untuk ditemenin main basket atau pengen pergi belanja bareng sama kamu.