Sunday, April 03, 2005

aku tidak mau jatuh cinta

apa aku sedang jatuh cinta?
kenapa aku bisa merasakan rasa ini lagi...
rasa yang ingin kubuang jauh-jauh

aku sudah menutup hatiku pada semua lelaki
lelah sudah diriku mencari cinta yang putih
tapi... ternyata masih ada celah di pintu hatiku

seorang lelaki mengetuk pintuku
dia bilang ingin masuk...

tidak... pergi sana...
aku hanya mau sendiri
tidak mau tergantung pada siapapun
tidak mau memimpikan siapapun dalam tidurku

aku tidak mau diriku menjadi lemah lagi

Tuhan....
aku sungguh takut untuk jatuh cinta lagi...
hatiku tidak akan sanggup untuk merasa sakit lagi

satu demi satu kepingan hatiku kukumpulkan
kurekatkan satu sama lain
apakah sekarang aku harus membuatnya terberai lagi?

tidak... tidak...
aku tidak mau jatuh cinta lagi...

Saturday, March 19, 2005

Harapan Untuk Terus Berharap

Sebulan sudah aku menjalani hidup di Jogja. Jauh dari orang tua maupun teman-temanku di Jakarta. Awalnya memang terasa agak berat. Semuanya dijalani sendiri. Tak ada teman untuk diajak tertawa-tawa, tak ada adik yang bisa diajak ngobrol malam-malam, dan terutama tak ada orang tua tempat aku biasa berkeluh kesah.
Ooh... God... i miss them so much...
Kerjaan di kantor juga berat. Sebagai manager personalia banyak sekali tugas-tugas yang harus dilakukan. Orang yang kugantikan ternyata selama ini belum banyak membuat peranan di bidang personalia. Akhirnya aku harus pontang-panting membuat peraturan perusahaan, mengurus asuransi untuk karyawan, membuat peraturan cuti, dll.
Situasi terberat adalah pada saat perusahaanku harus meliburkan kurang lebih 60 orang karyawan borongan amplas. Karyawan borongan ini sistem pembayarannya berdasarkan jumlah barang yang telah mereka amplas (borongan). Semakin banyak barang yang mereka kerjakan, maka uang yang didapat juga semakin banyak. Perusahaan mengambil kebijakan seperti ini karena barang furniture yang datang dari suplier sangatlah sedikit. Bahan baku kayu memang sedang berkurang dan mengakibatkan suplier membatasi jumlah order. Untuk buyer dari luar negeri tidak ada masalah. Pesanan dari mereka tetap banyak. Tetapi kita yang tidak bisa memenuhinya.
Aaahhh.... situasi yang sungguh gak enak.
Masalah ini jadi kepikiran terus olehku. Sampai di rumah pun masih terbawa-bawa. Aku memikirkan kehidupan yang akan mereka jalani selanjutnya. Berapa lama mereka bisa bertahan dalam situasi seperti ini. Sumber pendapatan mereka tak dapat diandalkan lagi.
Akhirnya aku hanya bisa berdoa.
Dalam doa aku meminta pada Tuhan untuk terus menumbuhkan harapan di dalam hati tiap orang. Harapan bahwa semuanya akan menjadi baik seperti sedia kala. Harapan bahwa mereka akan tetap bisa terus hidup berkecukupan. Demi suami/istri mereka maupun demi anak-anak mereka.
Karena hidup tanpa harapan adalah hidup yang sia-sia.... Harapan itu bagaikan api yang membakar semangat hidup. Harapan itu adalah jalan menuju ke cita-cita yang nantinya akan kita raih. Hidup tanpa harapan bagaikan tubuh tanpa jiwa. Yang ada hanyalah kehampaan, kekosongan dan kenisbian.
Dengan harapan orang mampu meraih semua yang diinginkannya. Karena itu aku mempunyai harapan agar mereka terus berharap....

Friday, January 07, 2005

Aku dan Aceh

Aku adalah aku
Aku lahir ke dunia ini karena Tuhan menghendakinya
Walaupun sampai sekarang aku belum tahu mengapa dilahirkan ke dunia ini
Hidupku terasa begitu menderita
Dari pagi hingga jauh ke malam hari
Selalu diisi dengan mengais-ngais bak sampah
Mengharap ada orang yang membuang sejumlah kardus dan botol plastik
Untuk kemudian kubelikan nasi setangkup
Yang itupun telah dingin mengerak

Malam ini tanpa sengaja kulewat di depan warung yang sedang memutar siaran berita
Televisi mengatakan sedang ada bencana di Aceh sana
Banyak orang mati di sana yang mayatnya hampir sama dengan sampah yang kukais setiap hari
Berbau busuk…
Hatiku miris melihat layar kaca di depanku
Pedih membayangkan seandainya itu terjadi padaku
Tercerai berai dengan sanak saudara di tanah leluhur

Lewat dari warung tadi aku melintas di depan sebuah rumah besar
Tampaknya sedang ada pesta di sana
Mobil berderet-deret parkir di depan rumah
Aroma masakan yang lezat menggelitik hidungku
Kalau saja tidak ada satpam yang membentakku
Ingin rasanya berlama-lama di depan rumah itu sambil membayangkan masakan apa saja yang terhidang di meja makan

Kuteruskan perjalananku sambil membayangkan makanan yang lezat
Hari ini aku cukup beruntung karena ada orang yang membuang banyak koran bekas
Hasilnya di kantongku ada uang sejumlah dua puluh lima ribu rupiah
Cukup untuk makan nasi goreng kambing dan es campur di sebuah restoran
Aku ingin merasakan jadi orang yang dilayani
Ditanya ingin makan apa, lalu koki akan membuat makanan itu
Wah…. Tentu sangat nikmat
Aku LAPAR!!!

Sesampai di depan pintu restoran ada kotak kardus kecil
Katanya sih untuk dana bantuan korban bencana di Aceh
Kupandangi kotak itu
Kuteguk air liurku tatkala mencium lagi aroma masakan dari dalam restoran
Entah mengapa kurogoh saku celanaku
Mengambil uang dua puluh ribu yang lalu kumasukkan ke kotak itu




Lalu aku kulanjutkan perjalanan
Sampai akhirnya aku mampir seperti biasa di warung bawah jembatan
Lima ribu rupiah…
Ya… uangku tinggal lima ribu rupiah
Hanya cukup untuk makan nasi di warteg langganan

Tapi hati ini rasanya begitu hangat
Ternyata aku bisa juga memberikan sesuatu untuk sesamaku yang sedang menderita
Walau mungkin aku juga sama menderitanya dengan mereka
Karena bagaimana bisa aku mengatakan bahwa aku mengasihi Allah
Sedangkan aku tidak mengasihi saudara-saudaraku di Aceh sana
Walau kami berbeda agama
Walau kami dipisahkan laut dan daratan
Walau kehidupan yang kami jalani begitu berbeda

Sekarang aku tahu mengapa aku lahir ke dunia ini
Karena Allah mengasihiku
KasihNya ada dalam setiap segi kehidupanku
Mengalir dalam darahku
Dan sekarang tugasku adalah membagikan kasihNya kepada semua orang
Seberapa pun sulitnya… seberapapun menderitanya
Allah ada di dalamku…