Friday, December 31, 2004

Jelang Tutup Tahun 2004

Tak kusadari telah sampai di ujung tahun 2004.
Menengok sepanjang tahun ini tak terasa derai air mata dan tawa ceria telah menghiasi wajahku.
Berbagai peristiwa yang terjadi semakin menambah pengalaman hidupku.
Karena hidup adalah bagaikan selembar kanvas yang harus dilukis dengan berbagai sapuan warna.

Memasuki awal tahun 2004 ini bumi Indonesia sudah diganjar dengan gempa di Palu, Mataram, dan Denpasar.
Sedikit membuat dada ini terasa sesak..
Wabah flu burung pun membuatku takut untuk makan ayam.
Para peternak ayam hanya dapat memiris pilu.

Bulan Februari identik dengan bulan kasih sayang. Anak muda menyebutnya Valentine.
Balon-balon berbentuk hati dan semerbak harum mawar menghiasi pusat perbelanjaan di Jakarta.
Tapi tidak di Nabire, Papua.
Gempa bumi tektonik berskala 6,8 Richter telah memporak-porandakan kehidupan di sana. Akankah mereka ingat dengan Valentine yang selalu identik dengan bunga, coklat, dan pesta?

Untuk pertama kalinya, di tahun ini, rakyat Indonesia dapat memilih secara langsung para wakil rakyat dan presiden untuk Indonesia.
Sayangnya dana kampanye dari partai tak jelas asal usulnya.
Untuk kepentingan partai atau rakyat kah?
Alih-alih bukannya untuk kemajuan bangsa, dana partai dipakai untuk sablonan kaos dan poster orang-orang yang mengaku wakil rakyat.

PEMILU kali ini juga banyak hambatan.
Teror bom sempat menyambangi kantor KPU Pusat.
Walau begitu… demokrasi harus terus berjalan.
Siapa pun pemimpin terpilih, Indonesia harus tetap jaya!!!

September ini aku merasa kehilangan sosok seseorang yang kesederhanaan dan keberaniannya telah menginspirasi kehidupan banyak orang.
Dia menjalani hidupnya dengan kejujuran dan perjuangan.
Dia adalah Munir.
Pahlawan Indonesia sebenarnya sejak setidaknya satu dekade terakhir. Dan sahabat sebenarnya bagi siapapun.

Belum kering airmata ku menetes, sekarang di bulan Oktober aku kembali menangis, menjerit!!!
Entah kepada siapa aku harus menggugat!
Atau kah aku harus mengutuk perbuatan biadab pengeboman di depan Kedutaan Besar Australia, Kuningan?
Jalan Tuhan tak terselami….
Logika dan otak berkilo-kilo pun tak kan dapat memahami kebesaranNya…

Begitu juga kita tak akan dapat memahami mengapa para wakil rakyat di gedung DPR tidak dapat melakukan Rapat Paripurna secara lebih beradab.
Mereka lebih menyerupai binatang jalang yang sedang berebut mangsa.
Saling interupsi, berteriak-teriak dan memukul-mukul meja.
Seperti monyet wau-wau yang kulihat di Ragunan sana..
“Uuukk….uuukkk..uuukkk…. interupsi, Pak!”

November yang basah semakin basah oleh tangisan keluarga yang ditinggalkan para korban kecelakaan pesawat Lion Air di bandara Adi Sumarmo, Solo.
Cuaca buruk dan hujan deras ternyata tak dapat dikendalikan manusia.
Sebab kita bukan Tuhan…
Kita tak akan tahu kapan waktunya tiba.

Dan akhirnya kita sampai di bulan Desember.
Bulan penuh berkat dan kasih putih.
Keceriaan Natal dan bunyi lonceng gereja masih menggema di telingaku, tatkala aku mendengar bahwa bencana gempa dan gelombang Tsunami melanda Aceh dan Sumatera Utara.
…………………..
Aku tak tahu harus berkata apa.
Air mata ku telah habis sepanjang tahun ini.
Aura kehancuran dan bau anyir mayat-mayat di sana sangatlah membuat hatiku hancur.

Sekali lagi aku ingin marah…
Ingin menggugat Tuhan atas kejadian ini.
Tapi sekali lagi dan untuk terakhir kali…. Jalan Tuhan tak akan pernah terselami
Kita tak akan tahu apa rencana Dia bagi kita apabila kita terus menutup diri dan tidak memperbolehkan Dia masuk ke hati kita.

Apapun yang telah terjadi sepanjang tahun ini, walaupun banyak hal yang sangat menyakitkan… semua itu adalah bagian dari rencana Tuhan untuk kita.
Yakinlah bahwa rencanaNya adalah yang terbaik bagi kita.
Teruslah berdoa dan berdoa…. Hingga pelangi harapan muncul lagi di kehidupan kita.
Karena keindahan doa terletak pada pengharapan yang terus menerus… akan hari depan yang cerah… di mana kita akan bertemu kembali dengan Dia.

Sekarang 2004 akan segera berlalu. 2005 tinggal beberapa helaan nafas lagi…
Sambutlah tahun yang baru dengan pengharapan baru.
Biarlah apa yang terjadi di 2004 menjadi sapuan warna-warna yang indah di kanvas kehidupan kita.
Jalan kita masih panjang…

Monday, December 13, 2004

Surat Untuk Yesus

Yesus tersayang… apa kabar? Sebentar lagi hari natal. Biasanya setiap natal datang aku selalu berkumpul dengan keluargaku. Tapi saat ini begitu berbeda. Aku sendirian di rumah ini, Yesus. Tidak ada ayah, ibu dan kakakku yang selalu menyayangiku. Tidak ada yang menemani memasang pohon natal. Tidak ada lagi yang memberikan kecupan selamat natal di keningku. Rasanya begitu sepi dan hampa semenjak pembunuh-pembunuh itu datang ke rumahku untuk merenggut nyawa orang-orang yang kucintai. Seandainya saat itu aku tidak sedang menginap di rumah temanku, Eva, pasti aku telah ikut terbunuh.

Seringkali aku menyesal kenapa malam itu sampai menginap di rumah Eva. Aku ingin ikut mati saja dengan mereka. Setelah kejadian itu aku begitu terguncang sampai harus dibawa ke psikiater untuk mengobati jiwaku yang terluka. Dorongan dari keluarga dan teman-teman terdekatlah yang membuatku tetap bertahan hidup selama tujuh bulan ini.
Selama tujuh bulan pula aku setiap hari sibuk mengutuk para pembunuh-pembunuh itu, yang sampai sekarang belum tertangkap juga. Aku sibuk memikirkan sakit hatiku, sampai tanpa terasa aku mulai lupa denganMu. Aku lupa untuk berdoa dan menyapaMu. Bahkan aku pun mulai menyalahkanMu atas semua kejadian buruk yang kualami.

Sampai pada awal Desember ini aku dengan berat hati menemani Eva mengaku dosa di gereja. Entah mengapa, hatiku tergerak juga ingin masuk ke ruang pengakuan. Awalnya aku bingung ingin berkata apa pada pastor. Akhirnya aku mengakui bahwa selama ini merasa begitu benci pada pembunuh-pembunuh itu. Aku ingin mereka dihukum mati. Aku begitu ingin menghakimi mereka. Aku ingin pastor juga ikut setuju pada apa yang kurasakan. Tapi nyatanya dia hanya membacakan dari Yohanes 12:46-47: “Aku telah datang ke dalam dunia sebagai terang, supaya setiap orang yang percaya kepada-Ku, jangan tinggal di dalam kegelapan. Dan jikalau seorang mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, Aku tidak menjadi hakimnya, sebab Aku datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya.”

Saat itu juga aku langsung tertegun mendengar ayat itu. Ternyata selama ini aku telah tinggal di dalam kegelapan dengan membiarkan rasa benci menguasai hatiku. Aku begitu mengutuk para pembunuh itu, padahal Engkau sendiri datang ke dunia ini untuk menyelamatkan, bukan untuk menghakimi. Siapapun akan Kau selamatkan. Tak peduli seberapa berat dosanya. Kejadian buruk yang kualami pun adalah bagian dari rencanaMu untuk menyelamatkan dunia.

Sebentar lagi natal. Aku ingin semua orang di seluruh penjuru dunia dapat merasakan terangMu dan tidak tinggal dalam kegelapan. Yesus, aku serahkan seluruh hidupku ke dalam tanganMu. Seluruh bagian kehidupanku yang buruk maupun indah, karena aku ingin terus berada dalam terangMu.

With love,

Lia