Saturday, December 06, 2003

BIKIN HIDUP LEBIH HIDUP

“Payungnya, Kak.” Aku langsung tersadar dari lamunanku. Didepanku ada seorang anak kecil berbaju merah lusuh dan tidak mengenakan alas kaki menawarkan ojek payung.
“Oh, terima kasih. Tapi Kakak masih menunggu teman,” sahutku. Sekarang sudah jam 2 siang. Temanku sepertinya masih lama datangnya padahal sudah ½ jam berlalu dari bel pulang sekolah. Kulihat lagi anak kecil itu. Sepertinya dia sangat mengharapkan ada yang menerima ojek payungnya. Sesekali dia kulihat melirik ke plastik merah yang ada ditanganku. Didalamnya memang ada roti isi coklat. Mungkin dia lapar…
“Dek, kesini sebentar,” aku memanggilnya.
“Ini ada roti untuk kamu. Ambil saja. Kamu lapar, kan,” tanyaku.
“Terima kasih, Kak,” sahutnya. Kemudian dia berlari menemui seorang anak laki-laki yang sama-sama menjadi pengojek payung. Roti yang kuberikan ternyata dia berikan lagi untuk anak itu.
“Itu adik kamu,” tanyaku saat dia kembali.
“Bukan. Itu teman saya. Rotinya boleh saya berikan untuk dia, kan Kak,” tanyanya.
“Boleh aja,” jawabku.
“Tapi bukannya kamu juga lapar? Kok rotinya tidak kamu makan saja?”
“Saya udah makan tadi pagi,” jawab anak itu.
“Makan siangnya kan belum,” tanyaku lagi.
“Ah, tapi mendingan buat temen saya aja. Dia belum makan dari pagi tadi.”

Tiba-tiba saja aku merasa terharu. Anak ini masih kecil. Mungkin kalau sekolah masih duduk di kelas 4 SD, tapi dia sudah sangat memahami apa artinya berbagi. Dan dia berbagi bukan dari kelebihannya tapi dari kekurangannya. Kemiskinan dan kekurangan justru menjadi alasan bukan penghalang bagi anak itu untuk saling menolong dan memberi.

Aku teringat kata-kata Ibu Teresa dari Kalkuta, “Penderitaan membuat orang peka terhadap penderitaan orang lain. Dan hanya mereka yang pernah menderita bisa menolong sesamanya yang menderita, sehabis-habisnya.”

Terima kasih, ya adik kecil. Kamu sudah memberi pelajaran yang berharga siang ini. Kehadiran dirimu di sekolah ini memberi nuansa berbeda diantara teman-temanku yang tiap hari pergi main ke mall dan clubbing ke Embassy (tempat favorit para clubbers di Jakarta-red) setiap weekend. Padahal uang yang mereka gunakan itu bisa membantu teman-teman lain yang kekurangan.

Hidup ini pendek, temanku. Kejarlah kasih Allah di dalam hidupmu dengan memberikan kasih kepada orang-orang yang berkekurangan. Dan jangan beralasan, “Aku masih masih muda,” (1 Timotius 4:12) atau “Aku akan melakukannya nanti kalau sudah dewasa.” Karena tindakan kasih pada orang yang kekurangan tidak dapat kau tunda (Sirakh 4:3). Jadikan hidupmu lebih hidup bagi dirimu sendiri maupun orang lain.

Tuesday, December 02, 2003

LETTER TO A FRIEND

Jakarta, 1 Desember 2003

Temanku, Tuhan itu baek banget yah. Dia tahu banget bagaimana membentuk aku sehingga semakin serupa denganNya. Untuk dekat denganNya, kita tidak harus menjadi sempurna dulu. Tidak harus menjadi suci dulu untuk dapat mengenalNya. Justru dengan ketidaksempurnaan kita, tangan-tangan Tuhan akan menghasilkan karya yang besar dan indah.

Coba bayangkan kalau kamu dilahirkan dalam keadaan sempurna, ganteng/cantik, atletis/langsing, kaya, bahagia, bijaksana, jenius, dll. Pasti kamu tidak akan merasakan bagaimana senangnya mendapat pujian karena kamu sudah terbiasa menerimanya. Bagaimana senangnya mendapat gaji pertama hasil kerja kerasmu tidak akan kau rasakan apabila kau kaya raya. Berjalan bersama orang yang kau sayangi akan terasa hambar karena dengan kesempurnaanmu, kau bisa memilih dengan siapa saja kau akan berjalan bersama. Kau tidak akan membutuhkan nasehat dari siapa pun karena kau sudah terlahir bijaksana, sehingga kehilangan kedekatan jiwa dengan orang-orang yang menjadi sahabatmu. Dan terlebih kau tidak akan merasakan betapa manisnya kasih Tuhan karna kau merasa bisa mengatasi segala persoalan.

Ketidaksempurnaan yang ada pada kita adalah karena Tuhan begitu baik dengan kita. Segala kesusahan dan kebahagian yang diberikanNya adalah untuk membentuk kita sesuai dengan rencanaNya. Dia tidak pernah meninggalkan kita. Bagaimana pun buruknya kita di mata dunia, Dia memandang jauh di kedalaman hati kita. Dia tahu kita membutuhkan sentuhan kasihNya. Walaupun kita terkadang memungkiriNya, Dia tetap berjalan di samping kita. Dia tidak berjalan di depan atau di belakang kita, tapi Dia berjalan di samping kita. Karena dengan begitu Dia bisa menggenggam tangan kita.

Aku juga bukan manusia sempurna. Terkadang aku terjatuh ke dalam lobang yang sama, tapi Yesus dengan kasihNya ikut masuk ke dalam lobang itu dan membantuku untuk naik ke atas. Berkali-kali aku memohon ampun padaNya, dan berkali-kali pula Yesus mengampuni semua dosa-dosaku.
Aku juga bersyukur atas segala rasa sedih dan perih yang kurasakan, karena itu semakin membuatku dekat dengan Yesus. Membuatku kembali ke hadiratNya dan berdoa mencari tahu apa maksud dari semua kejadian yang boleh kualami ini.

Temanku, sebentar lagi Natal. Kamu akan pulang ke Jakarta, kan? Aku pengen pergi ke gereja bersamamu. Mungkin kita bisa mengaku dosa bersama-sama sebelum Natal. Yah, benar. Aku ingin kita bersama-sama menyiapkan hati untuk Yesus.
Sampai ketemu di Jakarta….

With love,

Lia