Friday, October 27, 2006

ELEGI AMANDA

“Del, sudah siap belum?”
“Belum. Ntar lagi deh. Kamu duluan aja ke bawah. Aku masih harus nge-blow rambut dulu.“
“Ok, aku tunggu di bawah aja ya. Sambil manasin mobil. Tadi pagi belum dipake, kan?”
“Yup. Jangan lupa bawa kadonya sekalian ke mobil!”

DELLA
Kasihan Amanda. Dia pasti sulit untuk datang ke pesta kawinan Vieta dan Ryan malam ini. Dari tadi di kamar sudah satu jam lebih. Padahal biasanya dia cuma ngabisin waktu paling lama setengah jam untuk merias dirinya. Pasti dia lagi bingung untuk jadi pergi atau tidak.
Malam ini Manda akan bertemu dengan Martin dan Doni. Mantan-mantan Manda yang masih... ya mungkin masih bisa dibilang dicintai Manda. Dulu kami berempat kuliah di kampus yang sama. Martin di Hukum. Doni di Tehnik. Sedang aku dan Manda di Komunikasi. Vieta adalah teman Manda dan aku. Dia juga kenal dengan Martin. Sedangkan Doni datang karena diundang Ryan. Mereka dari semenjak kuliah dulu sudah berteman akrab.

AMANDA
            Duh, Tuhan. Andaikan aku tidak harus pergi malam ini. Pasti Martin dan Doni datang ke pesta nanti.Martin... apa dia masih ingat aku setelah lima tahun gak ketemu. Sekarang aku nggak lagi memakai kacamata. Rambutku pun sudah panjang. Dulu kamu kan selalu ingin aku berambut panjang.
            Doni... dengan segala kesederhanaan, kesabaran dan hatimu yang baik, membuatku tak bisa melupakanmu. Bukan berarti Martin lebih baik darimu. Tapi kalian masing-masing mempunyai kelebihan yang saling melengkapi. Kriteria laki-laki yang aku impikan ada di kalian berdua.

DONI
            Manda... adakah dirimu masih seindah dulu. Dulu ketika kamu masih memberikan cintamu padaku seorang. Aku yang mencintaimu dengan tulus bahkan tidak bisa menyadari bahwa kamu ternyata juga mencintai Martin.
Waktu itu aku dan kamu sudah menjalin hubungan selama enam bulan ketika pada suatu sore aku melihat kamu sedang duduk di bangku taman belakang kampusmu. Ada seorang lelaki disebelahmu. Aku tidak tahu apa yang sedang kalian bicarakan. Yang jelas, pada saat itu kamu menangis. Kalau saja pada saat itu Della tidak menarikku ke kantin, pasti aku sudah tahu apa yang sedang kalian bicarakan saat itu. Termasuk apa yang menyebabkan kamu menangis.
Della mengatakan padaku bahwa lelaki itu adalah Martin. Martin? Apa?! Anak hukum? Apa yang sedang dia lakukan dengan gadisku? Dia kan beda fakultas? Della tidak bisa menjawab pertanyaanku. Dia waktu itu cuma minta aku untuk kasih waktu ke kamu untuk menyelesaikan masalahnya. Masalah apa?

MARTIN
            Amanda sayangku... Malam ini aku kan bertemu kamu lagi. Apakah kamu masih bisa memaafkan diriku. Setelah aku meninggalkanmu tanpa kabar berita dan kembali lagi untuk mengharapkan cintamu disaat sudah ada Doni disisimu.
Kita jadian waktu kamu masih semester dua. Sedangkan aku semester enam. Aku bahagia sekali waktu itu bisa berjalan bersama gadis yang menjadi incaran anak-anak Komunikasi. Jarang sekali anak Hukum yang bisa jadian dengan anak Komunikasi. Mungkin karena anak Hukum cenderung lebih ‘lusuh-lusuh’ dibandingkan anak Komunikasi yang lebih ‘bersih’ dan chic.
Setahun jadian dengan kamu adalah saat-saat terindah dalam hidupku, sebelum kejadian buruk itu menimpa keluargaku. Ibuku terganggu jiwanya karena ayahku ternyata mempunyai wanita simpanan. Atas saran keluarga ibuku, beliau akan dimasukkan di rumah sakit jiwa yang ada di daerah Jogja. Katanya di sana lebih sejuk dan akan lebih mudah bagi ibuku untuk mengembalikan kesehatan mentalnya.
Tanpa kabar atau mengirim pesan padamu, aku meninggalkan Jakarta. Aku malu atas keadaan keluargaku. Marah pada ayahku, juga kasihan pada ibuku. Kuliahku pun pindah ke Jogja. Disana ada satu universitas yang bisa menerimaku tanpa aku harus mengulang kuliah lagi dari semester awal.
Berpuluh SMS darimu tidak kubalas. E-mail darimu juga tak satupun kubaca. Semuanya masih tersimpan rapi di mailbox e-mailku. Aku meninggalkanmu saat itu dengan hati yang perih.

DELLA
            Salah Martin juga sih saat itu meninggalkan Manda tanpa kabar berita. Berhari-hari Manda tidak mau keluar dari kamar kostnya untuk kuliah. Keluar kamar paling hanya untuk ke kamar mandi, beli makan di warung, terus masuk lagi ke kamar. Sampai teman-teman kost harus menariknya paksa dari kamar dan mendudukkannya di depan cermin besar yang ada di ruang tamu.
Manda, wajahmu saat itu kuyu sekali. Teman-teman bilang kamu itu punya wajah cantik. Sayang kalo hanya disimpan di kamar terus, tak terawat. Banyak laki-laki yang dengan senang hati menggantikan posisi Martin di hatimu.
Namun, ternyata tak ada yang dapat menggantikan Martin lagi. Memang kamu kembali menjadi gadis yang ceria dan menarik. Tapi aku tahu bahwa kamu menjadikan hatimu beku sedingin es. Aku yang kasihan padamu kemudian mulai menjodohkanmu dengan Doni.
Ternyata kesabaran, ketulusan dan perhatian yang diberikan Doni berhasil membuat hatimu mencair. Tiga tahun setelah kepergian Martin, kamu mulai membuka hatimu. Pada Doni memang aku tidak menceritakan tentang Martin. Aku berharap Manda sendiri yang akan cerita tentang ini ke Doni.

AMANDA
            Kabar terakhir yang kudengar, ibu Martin sudah sembuh dan mulai bisa menjalani kehidupan secara normal. Beliau tetap tinggal di Jogja. Teman-teman bilang, Martin sudah kembali lagi ke Jakarta karena pekerjaan. Aku tahu tentang keadaan ibunya yang terganggu jiwanya juga dari mulut Martin sendiri.
Waktu itu aku sedang duduk di bangku taman belakang kampusku. Tempat favorit aku duduk sambil membaca buku. Aku menemukan tempat asyik ini bersama Martin. Biasanya kita saling menceritakan aktivitas masing-masing di tempat ini. Setelah Martin pergi tanpa berita, hanya Doni yang kubiarkan menempati tempat disebelahku ini. Bangku yang hanya muat untuk dua orang ini tak kuijinkan untuk ditempati orang lain selain Martin dan Doni.
Kertas-kertas yang sedang kutulisi tugas kuliah tiba-saja saja terbang terkena angin. Aku kelabakan memunguti kertas-kertas itu ketika tiba-tiba saja ada tangan yang memegang pundakku dari belakang. Astaga! Aku tak sanggup mengatakan apapun ketika menoleh ke belakang. Wajah yang sangat kurindukan selama tiga tahun lebih. Wajah yang selalu hadir di setiap mimpiku. Kemudian suaranya ketika mengucapkan namaku... adalah suara yang selalu kurindukan untuk kudengar.
Martin. Kenapa tiba-tiba kau hadir kembali di kehidupanku setelah aku sudah hampir berhasil melupakanmu? Tiba-tiba kamu memelukku dan aku pun mulai menangis. Rasanya hatiku menjadi hangat hanya karena sebuah pelukan.
Kemudian kamu membimbingku untuk duduk dan mulai meminta maaf karena telah meninggalkanku. Aku masih terlalu syok dengan kedatanganmu. Di sela-sela isak tangisku, aku hanya bisa mendengar bahwa alasanmu pergi adalah karena kesehatan mental ibumu. Selebihnya aku hanya ingat kalau Della menghampiriku dan kemudian berbicara denganmu, kemudian meninggalkanku lagi berdua denganmu.

DONI
            Setelah aku melihatmu menangis di taman, kebiasaanmu mulai berubah. Kamu tidak mau lagi duduk di bangku taman belakang. Bangku favoritmu. Kamu juga tak mau lagi makan di resto favoritmu, menyantap sup asparagus kesukaanmu bersamaku. Bahkan kamu tidak lagi meminjam VCD di tempat rental yang biasanya. Kamu beralih ke tempat rental yang hampir dua kilometer jauhnya dari kostmu. Aku tidak masalah sih menemanimu kemana pun kamu mau pergi. Tapi perubahan ini begitu mendadak. Tepat setelah kejadian kamu menangis di taman.
            Berulang kali aku menanyakan siapa lelaki itu, yang bersamamu di taman waktu kamu menangis. Kamu hanya mengatakan kalau dia adalah teman lama dan kamu menangis karena matamu kemasukan debu. Della yang kutanya mengenai masalah ini juga tak mengatakan apapun. Dia menyuruhku menanyakannya sendiri padamu.
            Teman-teman kampus yang kutanya juga tak banyak tahu tentang siapa laki-laki itu. Ada satu anak Komunikasi yang mengatakan bahwa itu mungkin saja Martin, mantan kekasihmu. Bodohnya, aku memang tidak pernah menanyakan masa lalu Manda, siapa saja kekasihnya atau pun apa alasan Manda putus dengan mereka. Aku anggap itu adalah masa lalu Manda.
            Aku hanya percaya saja bahwa Manda tidak akan mengkhianatiku. Aku sangat yakin dia hanya mencintaiku seorang. Sikapnya padaku tidak berubah. Hanya kebiasaannya saja yang berubah. Sampai kemudian sebulan sebelum acara wisuda kami berdua, Amanda memutuskanku.
            Kita putus saja ya, Don. Kalimat yang membuatku terhenyak cukup lama di ruang tamu kost Manda. Apa aku tidak salah dengar? Kita berdua tidak sedang bertengkar. Bahkan bisa dibilang hubungan kami berdua baik-baik saja. Aku bahkan baru saja mengantarmu pulang setelah makan malam berdua. Malam itu kamu terlihat sangat cantik dengan gaun biru dan cardigan putih.
            Apa ada laki-laki lain, Manda? Manda hanya terdiam dan menitikkan air mata. Aku peluk dia dan dia pun mulai bercerita tentang Martin. Tentang bagaimana Martin dulu meninggalkannya dan begitu terpuruknya dia. Juga bagaimana aku telah dapat membuatnya jatuh cinta lagi.
            Tapi sayangnya ternyata Manda masih mencintai Martin juga. Selama ini dia berusaha menekan perasaan ini dihatinya. Kemunculan Martin di taman menyadarkan Manda bahwa ternyata selain mencintai diriku, dia juga mencintai Martin. Dia tidak bisa memilih antara aku atau Martin. Karena itu dia ingin memutuskanku, tapi juga tidak ingin menjalin hubungan dengan Martin.
            Karena itu pula kebiasaannya ada yang berubah. Ternyata taman tempat aku dan Manda biasa membaca buku bersama adalah tempat dia dan Martin saling menceritakan aktivitas masing-masing. Restoran tempat aku dan Manda biasa makan sup asparagus adalah tempat dia dan Martin juga biasa makan sandwich bakar berdua. Dan bisa ditebak bahwa rental VCD itu adalah tempat dimana Martin biasanya menemani Manda menyewa VCD.

AMANDA
            Semenjak Martin menemuiku di taman, hatiku jadi tidak menentu. Martin mengatakan padaku bahwa dia masih mencintai dan mengharapkanku. Padahal saat itu aku sedang menjalin hubungan dengan Doni. Aku katakan padanya bahwa aku tidak bisa menerima dia kembali setelah dia meninggalkanku tanpa kabar berita.
            Setelah pertemuan itu, aku tidak pernah bertemu Martin lagi. Martin kadang-kadang masih meng-SMSku. Tapi tidak pernah kubalas. Aku merasa tidak enak pada Doni. Pertemuan dengan Martin juga membuatku sadar bahwa aku masih membawa bayang-bayang dirinya dalam hubunganku dengan Doni.
Aku putuskan bahwa aku akan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang biasa kujalani dengan Martin dan Doni dan membuat kebiasaan baru. Mungkin dengan begitu aku bisa berpikir jernih dan memutuskan untuk mencintai siapa, atau lebih mencintai siapa dibanding siapa.
Ternyata sampai sebelum wisuda aku masih belum bisa memutuskan. Akhirnya aku memilih untuk mengakhiri hubunganku dengan Doni. Aku tidak bisa bersamanya saat bayang-bayang Martin masih hadir dalam hatiku.
Doni tidak bisa menerima keputusanku ini dan menyalahkan Martin atas semua yang terjadi. Aku berusaha keras untuk meyakinkan dia bahwa ini bukan kesalahan Martin. Ini semua adalah karena diriku tidak dapat memilih salah satu dari kalian. Aku mencintai Martin. Aku juga mencintai Doni.

DONI
            Halo sayang. Sudah sampai mana? Oh, masih di rumah nunggu Manda. Ya sudah, jangan terlalu buru-buru. Take time. Aku lagi di jalan nih, menuju tempat reuni. Sampai ketemu di sana ya.

DELLA
            Barusan telepon dari Doni. Manda gak tahu kalau sudah tiga bulan ini aku jalan bareng Doni. Kita ketemu di acara ulang tahun kantor. Ternyata kita kerja di perusahaan yang sama, tapi beda cabang. Doni mungkin masih belum bisa melupakan Manda, tapi dia sudah berusaha untuk memulai hidup baru bersamaku. Bahkan kemarin dia mengajakku bertemu dengan Martin dan mengatakan padanya bahwa Manda masih sangat mencintai Martin, dan bahwa mereka ditakdirkan bersama.
            Malam ini Martin akan berusaha untuk membuka lagi lembar cinta yang baru bersama Manda. Mereka berdua sudah terlalu lama dipisahkan oleh waktu. Hmm... semoga Manda bisa menerima Martin lagi. Aku yakin dia masih mencintai Martin.

AMANDA
            Martin... Doni.... Martin... Doni.... 


*Christie Nathalia*